Rabu, 29 Agustus 2012

Membentuk Kepribadian Anak


Anak-anak adalah petualang dan pembelajar sejati yang penuh kejujuran dalam merealisasikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya. Semua orang tua tentu ingin membahagiakan anak-anaknya, melihat mereka tumbuh sehat, cerdas dan sukses dalam kehidupannya. Namun, dalam praktiknya, keinginan tersebut seringkali menjadi ekspektasi yang berlebihan bahkan ambisi yang justru bisa menimbulkan masalah bagi proses pembentukan kepribadiannya,

Dalam prosesnya, kepribadian terbentuk berdasarkan hasil meniru, baik dari dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan luar. Akan tetapi, faator internal dalam keluarga seperti kasih sayang, perhatian, pola asuh, didikan, serta metode pendekatan dalam membentuk kepribadian juga membangun kecerdasannya memiliki porsi lebih besar.  Di samping itu, kita juga harus menyadari dan memahami adanya faktor alami seperti bakat dan dorongan minatnya. Karena itu, dalam upaya membentuk kepribadian dan mendidik anak, serta mengantarkannya menuju kesuksesan ada beberapa hal berikut yang harus benar-benar dipahami orang tua.

Pertama, hindari ekspektasi dan ambisi berlebihan dalam mendidik, mengarahkan dan membentuk kepribadian serta perkembangan anak. Ambisi berlebihan berpengaruh terhadap pemaksaan kehendak yang seringkali membawa masalah dalam pola asuh, komunikasi, serta hubungan orang tua dan anak di fase-fase berikutnya. Tidak sedikit anak yang mengalami stress, frustasi bahkan depresi karena merasa gagal, tidak mampu memenuhi keinginan orang tua, sehingga mereka banyak yang merasa menjadi “korban” ambisi orang tua, objek idealisme yang kurang realistis, bahkan menjadi target sebuah kepentingan. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan kepribadiannya. Bisa saja ia akan menjadi pribadi yang kurang percaya diri, pesimis, takut salah, tidak berani mengambil keputusan.

Kedua, memahami siklus kompetensi dan pertumbuhan otak anak, sehingga orang tua dapat menghargai dan memperlakukan anak secara adil. Dalam hal ini, orang tua harus memahami tingkat kemampuan anak dan tingkat kecerdasan anak. Tidak semua anak memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, tetapi sebagai orang tua kita harus berupaya menstimulasi pertumbuhan otaknya dan mengoptimalkan kompetensi anak. Hal ini juga perlu ditunjang dengan keadilan dalam sikap, cara berbicara dan cara memperlakukan mereka sebagai subjek kehidupan yang akan terus tumbuh dan berkembang.

Ketiga, memahami multiple intellegencies anak, sehingga orang tua dapat mengenali dan memahami bakat juga minat anak untuk kemudian mengarahkannya dengan benar  Dengan memahami hal ini, orang tua dapat mengasah, memupuk dan mengarahkan bakat, serta menumbuhkan minat anak di bidang tertentu yang bisa menjadi pegangan penting dalam kehidupannya di masa depan. Tidak sedikit anak-anak yang terlihat biasa saja dalam kecerdasan kognitifnya, tetapi memiliki bakat tertentu yang justru membuatnya lebih kreatif dan sukses. Kecerdasan intelektual bukan satu-satunya pembentuk kecerdasan otak yang penting untuk dikembangkan. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, faktor kecerdasan emosional dan advertisal lebih banyak membantu membangun kepribadian anak yang lebih matang, lebih siap menghadapi masalah.

Keempat, pahami konsep ”sekolah unggul” dengan benar, yakni adanya keselarasan pemahaman prinsip antara metode pendidikan sekolah dengan pola asuh dan didikan di rumah, sehingga ada kesamaan atau kesesuaian pendekatan antara keduanya. Sekolah dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi anak. Keunggulan sebuah sekolah tidak hanya terletak pada kelengkapan fasilitas, tetapi juga keunggulan metode pendidikan dan penerapannya, adanya harmoni komunikasi dengan pendidikan keluarga, atau bahkan mampu menginspirasi dan memperbaiki pola-pola yang salah dalam pendidikan di rumah. Lebih dari semua itu, faktor kenyamanan anak dalam belajar dan bersekolah menjadi hal yang harus lebih diutamakan karena hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan pribadi dan mentalitasnya di kemudian hari, meskipun pendidikan di sekolah hanya sebagai penunjang pendidikan keluarga.

Keempat hal tersebut, bila kita perhatikan berkaitan dengan pentingnya memahami karakter anak dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak. Karakter terletak di alam bawah sadar yang meliputi memori, self image, personality dan habit. Keempat faktor pembentuk karakter tersebut sangat membantu pemahaman kita atas keempat hal di atas. Jika dalam diri anak terdapat banyak memori negatif yang disertai dengan self image yang buruk seperti memberikan label ‘anak bodoh’, maka akan membentuk kepribadian yang negattif dan kebiasaan yang buruk pula. Oleh karena itu, ciptakan suasana yang nyaman, pembiasaan-pembiasaan yang positif, serta sikap dan perlakuan yang menyenangkan bagi anak agar ia memiliki kenangan indah dan tumbuh menjadi pribadi yang positif.

sumber : http://niahidayati.net

Artikel Terkait Lainnya



0 komentar:

Posting Komentar